Dosen Monash: “UAD hasilkan very high quality graduates”
Disiarkan langsung via YouTube UAD, Studium Generale Prodi S-1 dan S-2 PBI UAD mengundang Dr. Raqib Chowdhury. Ini adalah kunjungan keduanya. Dr. Raqib pakar dalam TESOL dan ELT. Ia menjabat senior lecturer di School of Curriculum Teaching & Inclusive Education Monash University. Pembahasan difokuskan pada pendesainan riset kualitatif pengajaran bahasa Inggris.
Pada kesempatan ini Dr. Raqib Chowdhury menekankan, riset akademis tidak sama dengan riset lain. Sebagai contoh, risetnya pewarta atau saat seseorang ingin membeli ponsel. Pembedanya: penggunaan teori, penelaahan sistematis, dan pendisiplinan dalam metode.
Dr. Raqib Chowdhury: Problematisasi, Intepretivisme, dan Konstruktivisme
Penting juga tahu perbedaan jenis riset dalam studi sosial-humaniora dan sains. Studi sosial-humaniora bersifat problematis. Peneliti mesti mengungkap sesuatu yang sudah tak lagi ditanyakan awam. Artinya, orang biasa menerima begitu saja (taken for granted). Ia menyebutnya riset humaniora sebagai proses “problematisasi”. Dengan kata lain, making the familiar (become) strange. Ini berbeda dengan riset sains yang bersifat “simplifikasi”.
“Sesuatu yang normal atau biasa atau sudah tidak lagi ditanyakan lagi justru kita pertanyakan,” tegas Dr. Raqib.
Menurutnya, diperlukan kekritisan. Kritis bukanlah perkara setuju atau tidak setuju, tetapi mengungkap hal-hal yang diterima apa adanya. Padahal, ada sejumlah permasalahan, papar Raqib dalam bahasa Inggris.
Dr. Raqib mencontohkan begini. Orang Eropa merasa menemukan benua Amerika dan Australia. Klaim penemuan tersebut dapat dipertanyakan. Klaim “menemukan” tersebut bersifat Eropa-sentris. Faktanya, telah ada orang-orang asli yang mendiami kedua benua tersebut. Orang asli tersebut adalah Indian, Maya, atau Astec di Amerika dan Aborigin di Australia.
Namun demikian, berpikir kritis tidaklah mudah. Ada tiga tantangannya:
- xenophobia (ketidaksukaan terhadap yang serbaasing)
- ethnocentrism (etnosentris)
- cultural relativism (relativisme kultural)
Ketiganya menimbulkan bias.
Meski begitu, tantangan-tantangan tersebut mesti dihadapi. Dr. Raqib juga mengemukakan cara berpikir analitis. Basisnya intepretivisme dan konstruktivisme.
Alih-alih mendeskripsikan studi-studi literatur, metodologi, atau teori, yang lebih penting adalah menyusunnya secara sistematis dan analitis.
UAD penghasil very high quality graduates
Pada kesempatan ini Dr. Raqib Chowdhury menyampaikan pujiannya untuk UAD. Menurutnya, UAD menghasilkan very high quality graduates. Salah satu contohnya adalah Ika Suciwati, yang dianggapnya salah satu mahasiswa terbaik dari seluruh penjuru dunia.
Adapun ada dua dosen PBI juga merupakan lulusan Monash University. Beliau adalah Drs. Bambang Widi Pratolo M.Hum., Ph.D dan Ahmad Budairi, Ph.D yang mempakari TESOL.
Adapun Dr. Ikmi Nur Oktavianti sebagai kaprodi S-2 PBI UAD berharap peserta dapat belajar banyak dari Dr. Raqib. Pria kelahiran Bangladesh ini telah menelurkan banyak karya bagus.
Selain itu, Dr. Ikmi Nur Oktavianti turut menyampaikan terima kasihnya kepada panitia yang telah bekerja keras. Dua di antaranya M .Tolkhah Adityas, PhD.sebagai ketua panitia dan Arilia Triyoga S.S., M.Pd.BI. sebagai koordinator acara dan konsumsi. Tak lupa staf Prodi Pendidikan Bahasa Inggris serta panitia mahasiswa sebagai tim teknis lapangan juga sangat membantu kelancaran acara. (INO)