“Saya lahir di Lamongan. Orang menyebutnya ‘Banglades’. … Banglades itu bangsa Lamongan desa,” celetuk Muhammad Sayuti, M.Pd., M.Ed., Ph.D. Jawaban itu dilontarkan ketika ditanya asal muasalnya dalam podcast yang diunggah kanal YouTube Pendidikan Bahasa Inggris UAD. Tentu yang dimaksud beliau Lamongan adalah bagian pedesaan. Lahir dan besar di Desa Datinawong, Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Dekan FKIP UAD sekaligus sekretaris PP Muhammadiyah ini memiliki visi untuk menjadikan fakultas yang dipimpinnya great again.

“Biasakan yang benar, jangan benarkan yang biasa”
Mengawali karier dosen di UMY, Muhammad Sayuti berpindah ke UAD dan mulai menjabat sebagai dekan FKIP UAD pada Agustus 2022. Ada empat hal yang ditekankan dalam mengelola FKIP, yakni image building, pengembangan SDM, internasionalisasi, dan penatakelolaan. Oleh sebab itu, beliau mengharapkan partisipasi aktif semua dosen dari 17 prodi yang dipimpinnya, tidak terkecuali program studi S-2 Pendidikan Bahasa Inggris yang berada di bawah naungannya.
“The way we are teaching, the way we are managing faculty have to be improved. Kualitas pendidikan ada di kelas kita. Serve the student the best we can do. Kita harus mau berubah,” tegasnya.
Minat menurun mahasiswa keguruan memerlukan riset untuk memahami mahasiswa FKIP. Tim yang pertama dibentuk adalah tim riset untuk memahami mahasiswa. Riset ini diadakan di seluruh program studi. “Bagaimana kita men-treat, give the treatment, mereka kalau kita tidak memahami mereka?”
“Kalau kita memahami mahasiswa kita, maka kita bisa mendidik mereka dengan lebih baik.”
Riset itu diperlukan untuk mengetahui bagaimana mahasiswa menentukan pilihan kuliah di prodi-prodi FKIP UAD dan media apa yang digunakan, juga dari mana mereka mengetahui prodi-prodi tersebut, misalnya dari orang tua, guru, teman, ataupun kakak kelas. Oleh sebab itu, demi memberikan yang terbaik, harus diawali dengan memahami mereka terlebih dulu.

“Knowledge bisa didapatkan dari banyak sumber, tetapi inspirasi, love, nggak bisa didapat dari Google”
Meskipun telah menyelesaikan studi tertinggi, beliau mengaku masih learner (pembelajar) serta mewajibkan diri belajar. Misalnya, menyempatkan update banyak informasi dan menyempatkan waktu untuk membaca tiga media massa cetak langganannya, yaitu harian Kompas, Tempo mingguan, dan Suara Muhammadiyah. Beliau mengaku gemar membaca rubrik bahasa.
Bagi dosen Program Studi S-2 Pendidikan Guru Vokasi ini, dunia terus berubah, dosen pun juga harus berubah, “Menjadi tua itu sunnatullah, tetapi menjadi orang yang ter-update informasi itu pilihan.”
“Hanya guru yang terus belajar, yang boleh terus mengajar. Hanya dosen yang terus belajar, yang boleh terus mengajar.”
Meraih dua kali gelar S-2 kependidikan, yakni M.Pd. dari UNY dan M.Ed. dari University of Wollongong (Australia), mungkin tidak ada yang menyangka bahwa sebelumnya beliau bersekolah di STM jurusan Teknik Mesin kemudian ke S-1 Pendidikan Teknik Mesin UNY. Adapun Ph.D. diraih dari University of Newcastle di negeri kanguru tahun 2016. Rasa cinta kepada kependidikanlah yang akhirnya menuntun karier pria “Banglades” ini.
(Sumber foto: tabligh.id, muhammadiyah.or.id, girimu.com)
(Penulis: INO)